Selamat Datang | Login | Register

Topics :
Diberdayakan oleh Blogger.
Artikel Terkini

MISTERI OTAK TENGAH ?

PELATIHAN DAN METODOLOGI
Hampir setiap ibu (juga ayah) menghendaki anaknya menjadi pribadi yang sukses. Sukses tidak harus menunggu di masa yang akan datang, tetapi jika bisa, mengapa sukses tidak bisa diraih dimasa sekarang saja. Sukses di sekolahan, prestasi akademiknya bagus, membanggakan dan tidak memalukan orangtuanya, jika bisa tidak hanya sukses dalam bidang akademik saja, tetapi bisa sukses di segala bidang. Itulah sebabnya mengapa setiap ada program pelatihan yang ditawarkan kepada putra dan putri kita, kemudian para orangtua sangat antusias menyambutnya. Sekarang ini ada program pelatihan aktivasi otak tengah, banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang muncul, dan tidak jarang mampir kepada saya. Rata-rata mereka kagum tetapi kemudian muncul pertanyaan, apa ada orang sukses bisa diraih hanya dengan tempo yang singkat ? Orang sukses dengan orang jenius itu bagus yang mana ya ? Orang jenius dengan orang bahagia itu pilih yang mana ? Apakah menjadi orang sukses, sekaligus jenius dan juga bahagia bisa dilatihkan hanya dengan waktu yang sangat singkat ? Apakah para pelatihnya sendiri sudah membuktikan bahwa dirinya sudah jenius, sudah sukses juga sudah bahagia ? Kalau belum mengapa mereka mengajarkannya kepada orang lain ? Apakah para pelatihnya sudah membuktikan kepada anak-anak usia 5 – 15 tahun disekitar lingkungan terdekatnya, misalnya tetangganya, keponakannya, atau bahkan kepada putra-putrinya sendiri, dst. Semua pertanyaan itu muncul bertubi-tubi. Pada kesempatan ini, saya tidak hendak menjawab pertanyaan tersebut, tetapi saya akan menyoroti arti pentingnya suatu pelatihan dan metodologinya. Pada hakikatnya setiap orang yang ingin maju dan berkembang haruslah belajar dengan baik, tekun, disiplin dan penuh kesungguhan. Sukses harus diperjuangkan, karena penuh persaingan dan setiap orang ingin mendapatkannya. Jenius harus dikembangkan, karena menyangkut potensi yang terus menerus harus diberi stimulasi agar mewujud menjadi suatu prestasi. Bahagia harus diikhtiarkan, karena jiwa selalu merespon (bersinggungan) pada setiap interaksi yang terjadi antar insani. Bukankah setiap kita dalam kesehariannya pasti berkomunitas, berkomunikasi satu diantara yang lain, dan setiap interaksi itu membawa “warna jiwa” yang berbeda-beda ? Ada yang menyenangkan dan ada yang menyedihkan, ada yang sesuai dengan keinginan kita dan ada yang tidak sesuai, ada yang mewakili perasaan kita dan ada yang jauh sama sekali.  Itulah sebabnya mengapa sukses, jenius dan bahagia itu tidak cukup hanya dilatihkan (diajarkan) saja, apalagi pelatihan (pengajaran) yang sangat singkat. Pelatihan adalah sebuah upaya untuk memberikan stimulasi secara terencana dan terstruktur kepada seseorang agar memiliki suatu ketrampilan tertentu. Dan efektifitasnya sangat dipengaruhi oleh metode yang digunakan (tentu juga kualitas instrukturnya). Metode yang efektif tentu bila sesuai dengan bahan ajar dan potensi yang dimiliki oleh masing-masing peserta suatu pelatihan, sehingga pengelompokan pada suatu pelatihan itu juga menjadi penting. Maka sangat relevan bila muncul suatu pertanyaan “Apa benar ada suatu pelatihan, yang menggunakan konsep mata ditutup ?” Yang buta saja ingin punya mata yang bisa melihat, kok yang bisa melihat malah matanya harus ditutup ? Apakah sudah diujicobakan pelatihan tersebut pada komunitas orang buta ? Belum lagi ada pertanyaan “Modalitas belajar seseorang itu kan berbeda-beda, ada yang visual, auditorial dan kinestetik ?” Nah, jika seorang anak itu justru modalitas kuatnya adalah visual lantas bagaimana ? Bukankah itu justru memperlemah yang sudah ada ?, dan mengembangkan yang lemah yang belum jelas hasilnya ?
Bagaimana dengan “Menjadikan anak jenius ?”. Siapa yang tidak bangga punya anak jenius. Apa artinya bangga jika yang dibanggakan itu hanya biasa-biasa saja. Kesimpulannya anak jenius adalah anak yang bisa dibanggakan dan punya kebanggaan lebih yang tidak dipunyai oleh anak-anak yang lainnya. Bahwa setiap orang harus bangga dengan dirinya sendiri itu pasti, tetapi kalau yang dibanggakan itu hal yang semua orang punya lantas buat apa ? Jenius adalah kondisi dimana tidak setiap orang mampu dan bisa untuk mewujudkannya.   Jenius bukan sekedar bermanfaat, karena setiap orang dengan nalurinya pasti bermanfaat walau hanya sekecil apapun manfaat itu, bukankah “Tidak ada makhluk dimuka bumi ini yang diciptakan Tuhan dengan sia-sia ?” . Maka jenius pasti punya nilai lebih, jangan merendahkan makna  “jenius”, karena jika jenius itu maknanya rendah (hanya sekedar bermanfaat), buat apa ikut pelatihan dengan harga yang mahal, dan jika jenius itu “bernilai lebih”, maka tidak bisa hanya dilatihkan dalam waktu yang sekejap. Jenius yang biasa-biasa sajalah yang bisa dilatihkan dalam waktu yang sekejap (tetapi apakah ada orang jenius kok biasa-biasa saja ?).

“OTAK TENGAH” DAN “OTAK KANAN – OTAK KIRI”
Ada tiga bentuk kebenaran hidup, antara lain kebenaran ilahiah, kebenaran alamiah dan kebenaran ilmiah. Dalam zona “kebenaran ilahiah” bahwa “tidak ada hal yang sia-sia”, itu artinya secara ekstrim “semua” adalah penting termasuk otak tengah. Pertanyaannya adalah apakah semua menjadi penting dibahas dalam hubungannya dengan membicarakan suatu kecerdasan (kejeniusan) ? Penting mana antara “nafas” dengan “otak tengah” ? Apa artinya punya otak tengah yang hebat kalau tidak punya nafas ? Tetapi mengapa kita tidak membicarakan nafas ? Karena jawabannya sudah sangat jelas bahwa nafas itu penting tetapi tidak ada korelasi secara langsung dengan adanya suatu kecerdasan (kejeniusan). Pun demikian dengan otak tengah, bahwa potensi-potensi kecerdasan itu letaknya ada pada otak kanan dan otak kiri, bukan pada otak tengah. Dalam zona “kecerdasan alamiah” bahwa masing-masing kita harus hidup yang realistis dan rasional, artinya harus mau hidup dengan potensi yang kita miliki sendiri-sendiri. Potensi itulah yang menjadi acuannya. Orang yang bisa melihat, maka gunakanlah kemampuan melihatnya secara optimal, justru jangan ditumpulkan. Orang yang buta, maka harus mengembangkan kemampuannya yang berbasis “diluar” indera peglihatannya dan disinilah (mungkin) fungsi nyata bagi adanya pelatihan aktivasi otak tengah yang menggunakan cara “mata ditutup”. Dalam zona “kebenaran ilmiah”, ada sutau pertanyaan, apakah sudah ada penelitian yang memadai tentang otak tengah ? Apakah sudah ada disertasi (sekolah S 3) tentang otak tengah ? Apakah sudah ada pengukuhan guru besar (Profesor) yang mengangkat tema tentang otak tengah ? semuanya sampai hari ini belum pernah ada. Coba bandingkan dengan Otak Kanan dan Otak kiri, banyak sudah karya ilmiah yang membahas tentang fungsi otak kanan dan otak kiri.

PENYIKAPAN HIDUP
Pada akhirnya, setiap kita dituntut untuk menyikapi fenomena kehidupan ini secara arif dan bijaksana. Bertanyalah pada ahlinya jika kita kebingungan terhadap suatu hal, jangan hanya diam saja, berikhtiarlah. Datanglah pada orang yang telah membuktikan dan berpengalaman dalam hidupnya. Bandingkanlah dengan fenomena lain yang ada kaitannya dengan masalah kebingungan kita, agar kita bisa membuka jendela pikiran kita, agar tidak menemui kebuntuan berpikir, agar cakrawala berpikir kita semakin luas dan agar tidak mudah dikelabuhi dan terkecoh oleh situasi sesa’at yang sesat.  Pada akhirnya semua pilihan ada ditangan kita masing-masing, dan bila ada yang kurang sempurna mohon dima’afkan, semoga bermanfa’at.

POTENSI TINGGI BERAWAL DARI SIDIK JARI

Oleh : TEGUH SUNARYO (Direktur DMI Primagama)
Hampir sebagian besar kita selalu ingin mengukir prestasi. Betapa senangnya disebut sebagai orang yang berprestasi, dan betapa bangganya punya anak yang juga berprestasi. Karena semua orang ingin berprestasi maka yang namanya prestasi haruslah diperjuangkan. Semakin banyak orang yang ingin berprestasi maka semakin tinggi tingkat kompetisi. Semakin tinggi tingkat kompetisi maka harus semakin tinggi dan gigih pula upaya yang harus dilakukan. Sejauh manakah upaya kita selama ini dalam rangka menggapai suatu prestasi ?
Ada konsep tiga P yaitu Potensi, Proses, Prestasi. Prestasi adalah performa seseorang atas penguasaan sesuatu hal. Prestasi yang tinggi yang telah tercapai biasanya disebut sebagai kesuksesan. Sukses adalah hal yang terbaik yang kita miliki. Kebanyakan dari kita selalu menyamakan pengertian prestasi dengan potensi. Prestasi yang tinggi bisa lebih mudah dicapai bila berpijak pada potensi yang tinggi pula. Pertanyaannya adalah bagaimanakah seseorang bisa mengetahui potensi terbaik yang dimilikinya ? Biasanya adalah dilihat dari prestasi tinggi yang telah dimilikinya. Contohnya: Anak saya pandai matematika, maka pasti ia berpotensi di bidang matematika; Anak saya senang bermain musik, maka pasti anak saya berpotensi di bidang musik. Dalam contoh pertama tersebut makna prestasi disamakan dengan makna potensi, sedangkan pada contoh kedua makna kesenangan disamakan dengan makna potensi. Potensi adalah suatu kondisi terawal yang dimiliki oleh seseorang. Kondisi terawal yang terbaik yang dimiliki seseorang adalah bakat. Bakat sebagai potensi inherent sangatlah baik untuk dijadikan dasar dan pijakan dalam rangka pencapaian prestasi.
Ada cara lain untuk mengetahui potensi seseorang disamping cara-cara identifikasi melalui prestasi yang telah dimiliki selama ini. Cara tersebut sangat berguna bagi mereka yang selama ini memang belum mampu menunjukkan prestasi unggulannya. Sidik jari seseorang diciptakan oleh Tuhan pasti ada maksud dan tujuannya. Mengapa kepolisian di seluruh dunia memakainya sebagai identifikasi seseorang ? Mengapa presensi (daftar hadir) perkantoran memakainya ? Mengapa mobil mewah di negara maju menggunakannya sebagai kunci ? Mengapa laptop sekarang ini menggunakan sebagai pasword ? Setelah diteliti dan dicermati oleh para ahli, ditemukan bukti bahwa : Pertama, sidik jari tidak pernah berubah. Kedua , tidak ada yang sama walau ia kembar sekalipun. Ketiga, hanya dimiliki oleh makhluk bernama manusia. Stelah dicermati dari ketiga hal tersebut maka muncul pertanyaan: Apa yang membedakan manusia dengan yang bukan manusia selain dari sidik jarinya. Salah satu jawabannya adalah otaknya. Dari otak muncul kreatifitas, ide-ide cemerlang dan kualitas kecerdasan dan pemikiran manusia. Puncak peradaban makhluk ada di manusia dan puncak peradaban manusia ada di dalam otaknya. Pertanyaan berikutnya : Adakah hubungan otak manusia dengan sidik jarinya ?
Marcello Malpighi (1686) Profesor Anatomi di Universitas Barcelona. Yang pertama kali mengobservasi sejarah sidik jari melalui mikroskop. John E.Purkinje (1823) Profesor Anatomi di Universitas Breslau. Yang pertama kali mengklasifikasikan pola sidik jari kedalam sembilan sistem kategori. Dr. Henry Fauld (1880) Rumah sakit Tsukji, Tokyo; artikel tentang Naturalis. Mengusulkan pengambilan sidik jari dalam bidang kriminal. Sir Francis Galton (1892) Antropolog;  Sidik jari merupakan publikasinya yang menonjol. Jika Harold Cummins adalah bapak dermatoglifika, Galton adalah penemu. Metode praktis pertama tentang identifikasi sidik jari, menggunakan tata nama dasar (telapak, putaran, lingkaran). Secara ilmiah menunjukkan permanensi sidik jari, penelitian tentang anak kembar yang pertama. Berdasarkan statistiknya, probabilitas memiliki sidik jari yang sama persis adalah 1 : 64 milyar. Harold Cummins (1926) Yang pertama kali menciptakan kata Dermatoglifika; menemukan bahwa kasus kromosom atau otak abnormal berhubungan dengan sidik jari yang tidak biasa. Pada usia 13 minggu sebagai embrio di dalam rahim, garis kulit mulai tampak dan kemudian lengkap menjelang 21 sampai 24 minggu. Ini berkaitan dengan perkembangan otak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada tahap prenatal, hubungan otak dengan sidik jari sangatlah jelas adanya. Sehingga untuk mengetahui potensi otak seseorang, sidik jari bisa mewakili, tidak perlu melakukan bedah otak secara fisik. Sedangkan pada tahap postnatal, aspek minat, intensitas dan kualitas pendidikan, proses interaksi dengan lingkungan, sangatlah mempengaruhi capaian prestasi puncak seseorang. Sukses adalah kombinasi optimal antara bakat. minat dan cara hidup yang sehat. Sudahkah anda mengenali potensi anda ?

I Dont Care

Oleh : Drs. H. Teguh Sunaryo
Direktur DMI PRIMAGAMA INDONESIA
Demonstrasi masa dan anak-anak muda ada dimana-mana, perkelahian antar suporter sepakbola juga mulai merajalela, perkelahian antar pelajar tidak kunjung reda, korupsi diberbagai sektor merambah tanpa jera, kebocoran soal UNAS selalu terjadi tanpa solusi. Mengapa semua itu bisa terjadi ? Bagaimana cara mencegahnya ? Bagaimana cara mengatasinya ? Itulah beberapa pertanyaan yang sering muncul di dalam benak kita. Pada kesempatan ini saya tidak akan mengulas semua pertanyaan tersebut diatas. Tetapi pada dasarnya semua itu bisa terjadi karena semua pelakunya tidak punya rasa empati yang baik dan tidak punya rasa peduli yang benar. Solidaritas dalam anarkisme adalah bentuk empati yang tidak baik. Korupsi yang mewabah adalah bentuk kepedulian pada diri sendiri yang berlebihan sehingga mengabaikan kepentingan orang / pihaklain. Budaya I dont care mewabah dimana-mana, kebiasaan EGP (Emangnya Gue Pikirin) menambah semrawutnya tatanan sosial budaya, kalimat cuek-bebek dengan enteng kita ulangi setiap hari, dst.
EMPAT POSISI KEPEDULIAN
Kepedulian selalu berhubungan dengan kehidupan atau perilaku antar pribadi. Bagaimana kita dengan diri kita sendiri, bagaimana kita dengan yang lain atau bagaimana orang lain kepada kita. Ketidak pedulian seseorang pada orang lain itu ada dua macam. Pertama, tidak peduli sebatas tidak menolong orang lain, tidak mengganggu orang lain dan tidak mau diganggu oleh orang lain. Kedua, tidak peduli pada tataran mengganggu, merusak dan mengambil hak orang lain. Ada empat kombinasi peta kepedulian kita, nah kita ada diposisi yang mana silahkan dicermati uraian singkat dibawah ini.
TIDAK PEDULI PADA DIRI SENDIRI DAN TIDAK PEDULI PADA ORANG LAIN
Pada zona atau posisi di level ini, seseorang bisa dikatakan sedang sakit. Ia tidak bermanfaat untuk siapapun. Ia tidak bisa amanah pada siapapun. Orang seperti ini akan mudah merusak dan mengusik keberadaan siapapun. Saya rugi tidak apa-apa asal orang lain juga turut rugi. Saya mati tidak apa-apa asal semuanya mati, sama-sama mati. Biasanya masyarakat awam menyebutnya orang yang frustasi. Ada beberapa indikator yang bisa dijadikan ukuran untuk melihat orang pada level ini. Pertama, lihatlah penampilan fisiknya. Cara berpakaiannya, apa yang digunakannya. Kedua, perhatikan gaya bahasanya, isi bicaranya, keramahannya. Ketiga, perhatikan perilakunya, sopan santunnya, visinya dan responnya atas setiap stimulus yang ia temukan atau hadapi. Orang yang anarkis bisa dimasukkan ke dalam kelompok level ini.
PEDULI PADA DIRI SENDIRI DAN TIDAK PEDULI PADA ORANG LAIN
Koruptor, menyontek, menyuap, merampok, membunuh, mencuri adalah perilaku yang bisa digolongkan pada level ini. Asik dengan kehidupannya sendiri sekaligus mengabaikan pihak lain juga termasuk pada kelompok level ini. Orang yang mengerti akan kebutuhan hidupnya dan potensi dirinya dimana sebagian besar lingkungannya mengolok-olok dirinya tetapi dia tetap bertahan, juga masuk pada level ini, itulah yang biasanya disebut dengan istilah cuek is the best, cuek pada orang lain tetapi berprestasi, sehingga tidak terlalu bergantung kepada pihak lain.
TIDAK PEDULI PADA DIRI SENDIRI DAN PEDULI PADA ORANG LAIN
Orang yang masuk dalam kelompok ini tidaklah banyak jumlahnya. Ia rela berkorban untuk orang lain tanpa memikirkan dirinya sendiri. Hidupnya seperti lilin yang menyinari lingkungannya dan pada akhirnya dirinya sendiri akan lenyap. Perilaku yang seperti ini biasanya disebut altruis.  
  PEDULI PADA DIRI SENDIRI DAN PEDULI PADA ORANG LAIN
Inilah kondisi ideal yang sangat diharapkan, dimana kita peduli pada diri sendiri tetapi sekaligus juga peduli pada orang lain. Ada beberapa model seseorang peduli pada dirinya sendiri, mulai dari merancang masa depannya, mengetahui kebutuhannya, membuat skala prioritas keinginannya, membuat visi dan misi pribadinya, mewujudkan cita-citanya, dst. Sedangkan kepedulian dengan orang lain bisa berupa serendah-rendahnya adalah rasa empati, perilaku simpatik, berupa senyuman, keramahan, sampai kepada memberikan bantuan, pertolongan, sumbangan, sedekah, dst. Kesemuanya itu merupakan puncak perilaku positif yang sangat mewarnai eksistensi seseorang. Betapa bahagianya bisa menjadi pribadi yang masuk dalam kelompok / level ini. Apabila kita masih ragu membuat peta potensi diri kita, maka kita bisa melihat cermin diri melalui psikotest atau tes kepribadian atau tes bakat finggerprint test DMI. Dengan tes tersebut kita bisa memiliki keyakinan baru dalam merancang masa depan kita. Sukses harus dipersiapkan dan diperjuangkan. Kenal bakat sejak dini lebih mudah meraih prestasi. Bakat atau potensi yang kita kenali tidak akan berarti bila tidak dikembangkan atau tidak diberi stimulasi yang memadai. Sebaliknya stimulasi apapun yang kita berikan tidak akan membuahkan hasil yang optimal bila tidak selaras dengan potensinya atau bakat alaminya. Bila bakat itu tidak penting mengapa Tuhan menciptakannya untuk kita. Mari sebelum kita bisa peduli kepada orang lain maka kita sendiri juga harus mampu peduli kepada diri sendiri. Sebelum mampu memberdayakan orang lain maka kita sendiri harus mampu memberdayakan diri kita sendiri. Sebagaimana peringatan dalam suatu penerbangan dalam pesawat bahwa dalam kondisi darurat maka masker oksigen harus dikenakan kepada orangtua terlebih dahulu baru kemudian kepada anak balitanya. Semoga kita peduli dan mampu mengukir prestasi.

Pendidikan Berbasis Karakter

Oleh : Drs. H. Teguh Sunaryo
Direktur DMI Primagama
Bagi saya ada dua hal yang harus dibahas dalam judul atau tema tersebut diatas. Pertama perihal istilah pendidikan dan kedua perihal istilah karakter. Ada dua definisi pendidikan (dalam arti yang luas) yang saya pegang teguh.
Definisi Pertama, pendidikan (dalam arti yang luas) adalah upaya mengembangkan potensi menjadi prestasi melalui pemberian fokus stimulasi untuk memiliki kompetensi dan reputasi.
Definisi Kedua, pendidikan (dalam arti yang luas) adalah upaya mewujudkan visi berbasis potensi melalui serangkaian fokus stimulasi untuk memiliki kompetensi dan prestasi. Dari kedua definisi tersebut sebenarnya secara implisit sudah ada muatan tentang apa yang disebut karakter. Kesimpulan sementara, bahwa pendidikan yang dilaksanakan dengan benar dan bertanggungjawab itu sudah inklud di dalamnya sudah ada nila-nilai atau cakupan yang mengantarkan seseorang untuk memiliki karakter.
Setidaknya orang yang punya karakter (tentu yang baik dan normal) pastilah memiliki sifat-sifat yang disebutkan dalam dua definisi pendidikan tersebut, misalnya punya ciri-ciri: punya potensi, siap diberi stimulasi, punya prestasi, kompetensi, visi dan tentu reputasi. Andai kedua definisi pendidikan tersebut dianggap benar maka istilah pendidikan berbasis karakter tidaklah perlu ada. Menurut kamus besar bahasa indonesia, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Sebenarnya tanpa karakter sekalipun seseorang itu hakekatnya sudah berbeda bila dibandingkan dengan yang lain, namun tentu penegasan tersebut diletakkan pada perbedaan perilaku yang positif yaitu produktif dan bermanfaat bagi sesama. Dan perilaku tersebut bagian dari ciri-ciri orang yang berprestasi dan berreputasi. Dapat pula disederhanakan bahwa orang yang berkarakter adalah orang yang memiliki sifat jujur, bersih, sopan, santun, tanggungjawab dan bermanfaat bagi sesama.
Andai saja kita mau jujur, beberapa mata pelajaran di dalam kurikulum kita sudah ada muatan pendidikan yang berbasis karakter, misalnya : Pelajaran agama, PPKn, Bahasa Indoensia yang baik dan benar. Ketiga mata pelajaran tersebut sama sekali tidak pernah mengajarkan kejelekan. Dengan pelajaran agama kita diajari untuk mencintai Tuhan dan sesama makhluk. Dengan PPKn kita diajari untuk cinta pada negara dan sportif untuk menjalankan hak dan kewajibannya. Dengan bahasa indonesia kita diajari dan dituntun untuk bisa berbahasa yang baik, benar dan santun. Lantas kekeliruannya dimana kok masih dibutuhkan pendidikan berbasis karakter ?
Pendidikan berbasis karakter dibutuhkan (setidaknya pada saat ini) sebab banyak orang yang berpendidikan tinggi dan jabatannya tinggi masuk penjara, tertangkap KPK, terbukti korupsi dan bertindak asusila. Selama masih ada orang yang masih memiliki karakter negatif atau perilaku negatif maka selama itu pula pendidikan karakter masih dibutuhkan. Bagi saya konsep pendidikan karakter di Indonesia tidak perlu dibuat yang aneh-aneh. Kita sudah memiliki dasar negara pancasila yang didalamnya sudah mengandung ajaran tentang karakter. Pancasila sebagai dasar negara sudah mampu membedakan bangsa kita dibandingkan dengan bangsa yang lain. Dengan pendidikan karakter berbasis pancasila maka manusia indonesia berkarakter yang berketuhanan yang maha esa, berkemanusiaan yang beradab, kebersamaan dalam persatuan, bermusayawarah dalam bermasyarakat, dan berkeadilan sosial antar sesama. Dalam perspektif keberbakatan maka pendidikan karakter adalah menyangkut : Bakat (potensi dasar alami), Harkat (derajat melalui penguasaan ilmu dan teknologi) dan Martabat (harga diri melalui etika dan moral). Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana menyusun kurikulum dan silabusnya dalam tiga dimensi model pendidikan kita ? Pada pilar pendidikan formal, non formal dan informal ? Pada jenjang sekolah dasar, menengah dan perguruan tinggi ? Semuanya membutuhkan keahlian dan pengalaman yang memadai, serahkan semuanya pada ahlinya apabila tidak maka dunia akan berantakan. Semogalah jaya Indonesiaku. Terimakasih.

PENTINGNYA MENGENALI BAKAT, POTENSI DAN PENDIDIKAN ANAK UNTUK MERAIH PRESTASI PUNCAK

Di Tulis Oleh : Drs. H. Kalis Purwanto, MM.

I. Pendahuluan

Berbicara pendidikan adalah berbicara tentang masa depan. Berbicara anak adalah berbicara tentang penerus sejarah. Berbicara pendidikan anak adalah berbicara tentang proses pembuatan sejarah. Setiap orang ingin menulis sejarah dan meninggalkan sejarah baiknya. Begitulah kata-kata orang bijak yang sering kita dengar. Ada lagi suara orang tua; Anakku adalah buah hati belahan jantung penerus cerita penyambung sejarah. Ia bagaikan mutiara yang kusimpan dalam kantung beludru, kantungnya dalam kotak terkunci, kotaknya dalam almari, almarinya terkunci, almarinya dalam kamar, kamarnya terkunci. Begitu seterusnya yang intinya menggambarkan bahwa anak adalah mutiara yang paling berharga dan perlu penjagaan yang teramat ketat.
Sisi yang lain setiap orang tua selalu membanggakan anaknya. Beruntung jika orang tua dikaruniai anak yang berbakat. Pakar keberbakatan Dr. Reni Akbar Hawari mengingatkan bahwa jumlah anak berbakat tidak sampai 3 persen dari populasi anak. Angka tersebut tentu masih debatable namun perlu kita maknai bahwa anak berbakat memang sedikit jumlahnya. Yang perlu disadari lagi adalah setiap anak memang unik. Mereka lahir dengan membawa bakat dan potensinya masing-masing. Tidak ada dua orang di dunia ini yang sama persis bahkan kembar identik identik sekalipun. Tuhan Mahasempurna mendsain detail demi detai ciptaan-Nya sehingga akal manusia tidak mampu menjangkaunya. Sebagai manusia kita hanya bisa berucap “Sungguh Engkau telah menyempurnakan manusia dengan segenap perbedaan, dan semoga aku bisa belajar dari perbedaan itu”.
Untuk menghantarkan anak-anak kita ke puncak prestasi diperlukan kombinasi antara kepintaran, kecerdasan, dan bakat mereka. Kepintaran adalah kemampuan menyerap informasi. Ketika anak mampu membaca dan mengambil ilmu pengetahuan yang diserapnya, maka dia cukup pintar. Kepintaran akan berhenti di situ. Orang pintar akan banyak memiliki pengetahuan yang kadang terhambat dalam pengambilan keputusan. Kecerdasan adalah kemampuan mengelola kepintaran. Orang sukses tidak mesti pintar melainkan punya kemampuan mengelola orang pintar. Kecerdasan membuat anak kita mengetahui kepintaran orang yang cocok mengerjakan jenis pekerjaan tertentu. Sedang bakat adalah potensi bawaan yang memunculkan keunikan. Orang berbakat dalam bidang tertentu selalu bisa menghadirkan perbedaan. Dia bisa melihat hal yang sama tapi berpikir dengan cara yang berbeda dan unik. Ada yang berpendapat bahwa bakat bisa muncul dalam bentuk kreativitas. Kreativitas menghasilkan inovasi dalam bidangnya. Orang yang kreatif dengan mudah “stand out of the crowd”, tampil mempesona dengan penuh percaya diri.

II. Potensi Bawaan
Penemuan mutakhir membuktikan bahwa faktor pewarisan sifat-sifat manusia bukan pada kromosom yang kecil itu malah terdapat pada gen di dalamnya. DNA (Deoxyribonucleic Acid) atau Asam Deoksiribosanukleat merupakan tempat penyimpanan informasi genetik itu. Sebuah molekul DNA manusia menyimpan informasi yang sedemikian banyak dan rumit. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa dalam DNA seseorang mengandung lima milyar potongan informasi yang beragam. Jika satu potong informasi yang ada dalam gen manusia dibaca setiap detik- tanpa henti- maka dibutuhkan waktu seratus tahun sebelum proses pembacaan itu selesai. Jika informasi dalam DNA itu dijadikan buku-buku, lalu ditumpuk maka tingginya akan mencapai tujuh puluh meter.

Potensi bawaan (Innate potential) seseorang akan bakat, kecerdasan,dan kecenderungan memang diakui keberadaannya. Masing-masing orang akan menampilkan perfomanya tidak akan lepas dari seputar potensi bawaannya. Persoalannya, tidak mudah melihat bakat seseorang tanpa kesungguhan dan konsistensi pengamatan serta pengukuran yang akurat. Jadi bakat bawaan setiap insan tidak lagi diperdebatkan ada dan tidak adanya, namun bagaimana melacak bakat bawaan itulah ikhtiar yang harus dilakukan. Dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknolgi maka upaya mencari model penelusuran bakat terus disempurnakan oleh para ahli yang berkompeten.
Harus diakui bahwa pendekatan terhadap potensi bawaan anak di Indonesia masih menggunakan teori Renzulli. Di sana dijelaskan bahwa anak yang potensi bawaannya tinggi adalah IQ di atas rata-rata. Nilai /scoring dari hasil rata-rata; verbal, logika, numeric,task commitment dan kreativitas; dari kurang dari 80 s/d di atas 140 merupakan bentuk penyamarataan potensi. Ibarat membuat rerata dari obyek satuan yang berbeda; 45 m ditambah 35 kg ditambah 50 newton sama dengan 140. Angka 140 tidak punya nama satuan karena gabungan dari tiga satuan yang berbeda. Tentu itu tidak keliru karena memang sudah berlangsung lama dan tidak ada yang memprotesnya. Akan lebih bijak apabila dengan legowo pihak pendidik dan stakeholders terkait menggunakan konsep pendekatan ilmiah yang lebih baru. Pendekatan multidimensional dan dinamis yang mampu bukan hanya menjangkau konsep gifted dari perkembangan kognitifnya melainkan dari berbagai segi.

III. Pendidikan Anak Usia Dini
Mendidik sejak dini diyakini lebih efektif dibandingkan dengan usia-usia berikutnya. Mendidik tidak saja mentransfer ilmu melainkan juga nilai-nilai. If you want some body to do or not to do you must be an example. Begitu kata pakar pendidikan. Kita akan lebih efektif jika bersedia menjadi contoh daripada sekedar memberi contoh anak-anak kita. Pendidikan yang paling bermutu diyakini bermula dari rumah. Bagaimana seorang bapak mengelola waktu untuk dirinya dan untuk keluarganya sudah cukup menjadi pelajaran “profitable time management” buat anak-anaknya. Bagaimana seorang ibu dengan sabar mengelola uang belanja terbatas yang dirasakan dampaknya oleh seluruh anggota keluarga, sudah lebih dari cukup menjadi pembelajaran ekonomi riil buat anak-anaknya.
Kedudukan sekolah adalah kelanjutan proses belajar dari rumah. Para guru ibarat derigent sebuah orchestra pembelajaran tanpa batas. Konvensi PBB tentang Hak Anak menghormati hak pendidikan sebagai hak fundamental anak. Dalam situaasi apapun menurut Pasal 29 KHA, pendidikan anak harus tetap mengacu pada norma yang berbasis kesetaraan kesempatan. Hal ini dapat dimaknai bahwa kesetaraan bukan berarti harus sama dalam memperlakukan semua anak. Mereka punya potensi yang berbeda. Mereka individu yang merdeka dan unik. Mereka punya pesona yang beraneka ragam. Menyiapkan pola didik yang variatif merupakan jawaban untuk itu semua.
Ketika anak berumur kurang dari 5 tahun perkembangan otaknya sangat luar biasa pesat begitu pula daya tangkapnya. Mereka mempunyai daya tangkap jauh lebih besar dari orang dewasa. Semua yang ada di lingkungannya akan ditangkap melalui panca indranya dengan sangat cepat. Para ahli memberi informasi bahwa di dalam otak anak seumuran itu terdapat satu triliun jaringan, dua kali jumlah jaringan yang dimiliki orang dewasa. Itulah penyebab terjadinya akselerasi kerja otak. Sel-sel otak yang disebut neuron telah terhubung dengan sel-sel lain sebelum kelahiran.Sel-sel itu mengontrol detak jantung, nafas, reflex serta mengatur fungsi-fungsi lainnya. Sel-sel tersebut memberikan sinyal-sinyal dalam dorongan elektrik yang bergerak sepanjang sel syaraf. Masing-masing sel syaraf berhubungan dengan 15.000 sel lainnya yang disebut synapse. Synapse inilah yang sering disebut sel belajar.
Beberapa penelitian menunjukkan terjadi peningkatan produksi synapse sampai tiga kali orang dewasa pada anak yang berumur 3 sampai 10 tahun. Setelah itu otak memulai mekanisme kerjanya membuang synapse-synapse yang tidak dibutuhkan. Otak akan membuang synapse yang tidak dibutuhkan berdasarkan sel-sel yang sering digunakan. Kalau sel itu sering digunakan akan dipertahankan sedang yang tidak akan dengan sendirinya terbuang. Begitulah prinsip daya ingat pada proses belajar yang kita alami.
Para ilmuwan berpendapat, pengalaman awal anak secara mendalam akan memicu otak dalam mengubah pola pikir tentang kebutuhan-kebutuhan anak. Selain itu kapasitas individu untuk belajar dalam berbagai latar bergantung pada hubungan dengan alam atau bakat (nature) dan pengasuhan atau pendidikan (nuture) yang diberikan. Otak manusia terkonstruksi dalam cara-cara yang kompleks,evolutif dan sistemik sehingga mendapatkan pengalaman dan pendidikan akan lebih efektif jika pada tahun-tahun pertama kehidupan. Anak-anak pada usia itu biasa memberikan respons yang asertif, menantang dan punya sifat ingin tahu yang tinggi. Cara paling baik mengembangkan jaringan-jaringan otak belajar tadi dengan menyediakan kebutuan dan keperluan mereka. Lingkungan yang aman dan dipenuhi oleh orang-orang yang memberikan tanggapan terhadap kebutuhan anak akan memungkinkan optimalnya perkembangan proses belajar.

IV. Proses Belajar yang Memberdayakan
Siswa adalah subyek belajar. Guru/pengajar , pamong atau apapun namanya adalah fasilitator. Itu semboyan atau paling tidak istilah para tokoh aliran pemberdayaan. Saat guru bertanya “How are you? “ dan para siswa menjawab serentak “Iam fine” menunjukkan bahwa seakan jawaban yang benar adalah itu. Apa benar anak sekelas yang 30 orang keadaannya sama. Ok jika diharapkan bernilai sama, mengapa tidak ada varian jawaban seperti “Iam good”,” Iam be happy” atau semacamnya? Hal-hal serupa jamak kita temukan di kelas-kelas di lingkungan kita. Tidak salah sih namun itu akan kebawa dalam kebiasaan seterusnya bahwa berbeda sesuatu yang asing bahkan aneh.
Guru dan siswa di kelas adalah dua pihak yang terintegrasi dalam upaya membangun proses belajar yang interaktif. Kedua pihak mempunyai factor andil keberhasilan masing-masing. Guru dengan metode yang diplihnya ditambah komimen untuk sharing, sementara siswa dengan latar belakang keluarga yang memang terbiasa interaktif di rumah. Sekurang-kurangnya ada enam hal yang harus diyakini sebagai cirri belajar yang memberdayakan. Pertama hakikat pembelajaran, kedua teknik dan metode pembelajaran, ketiga prinsip pembelajaran, keempat manajemen kelas efektif, kelima teori-teori belajar dan yang keenam profesionalisme dalam pembelajaran.
Hakikat pembelajaran. Dalam banyak pengkajian timbul silang pendapat tentang hakikat belajar namun telah bisa ditarik benang merahnya. Yakni yang terpenting adalah adanya perubahan perilaku pada diri orang yang belajar. Bukan tambahnya pengetahuan melainkan perilaku yang dijadikan ukuran. “Learning always involves a change in the person who is learning,” kata Nicolich dan Wolfolk. Ada yang menambahkan bahwa; “To qualify as learning, this change must be brought about by experience, by the interaction of a person with his or environment” Jelas dari batasan itu pengalaman merupakan aspek penting dari belajar. Perubahan yang terjadi pada siswa setelah belajar harus dari pengalaman. Bukan dari mendapatkan informasi sepihak. Dengan begitu seharusnya pemberian pengalaman pada siswa didesain secermat mungkin agar bisa mengakomodir tingkat kedewasaan dan emosional siswa.
Metode pembelajaran. Di antara ragam pembelajaran yang kita fahami sekarang ini salah satunya adalah metode kontektual. Prof.Dr. Arief Rahman secara getol memperjuangkan metode ini. Dalam metode ini siswa diajarkan untuk kreatif, dimungkinkan bisa memberikan jawaban yang berbeda dengan guru. Siswa dipacu untuk mencari dan mencari daripada menerima secara sepihak dari guru. Guru dituntut untuk terbuka terhadap hal-hal yang baru dan menerima perbedaan sebagai keniscayaan. Pendekatan yang digunakan pun lebih personal dalam rangka pengembangan sosial-emosi-kognitif secara integratif. Jika metode ini dikembangkan kelak akan tercipta atmosfir kreatif pada para siswa. Persoalannya kembali pada guru dan sekolah. Siap dan bersediakah untuk sedikit lebih terbuka, proaktif dan akomodatif terhadap perubahan.
Prinsip belajar, manajemen kelas, teori-teori belajar serta profesionalisme pembelajaran adalah satu rangkaian yang tak terpisahkan. Paradigma baru pembelajaran haruslah kita sikapi secara bijak. Kebiasaan lama yang mendewa-dewakan aspek kognitif haruslah mulai dikurangi kalau tidak bisa ditinggalkan. Lebih-lebih sekarang kita ketahui bahwa hanya 20 persen andil IQ dalam keberhasilan, selebihnya ditentukan oleh EQ. Apalagi IQ tidak bisa ditingkatkan sebagaimana EQ yang bisa terus-menerus ditingkatkan secara simultan. Pendeknya perlu adanya re-orientasi proses belajar yang disesuaikan dengan keberbakantan siswa.


V. Prestasi Puncak Berawal dari Rumah
Prestasi anak adalah idaman kita sebagai orang tua. Setiap keluarga merumuskan prestasi dan idaman putranya bisa berbeda-beda. Paling tidak kita sepakat ada tiga idaman orang tua untuk anaknya. Pertama anaknya pintar, kedua sehat dan yang ketiga taat kepada orang tuanya dan agamanya. Demikian sebaliknya kita punya tiga ketakutan yakni negasi dari ketiga hal tersebut; yakni sakit-sakitan, bodoh dan nakal. Sekalipun hal tersebut bersifat umum namun prestasi macam apapun harus bermuara pada integrasi dari tiga hal itu. Di depan telah disinggung bahwa anak kita terlahir dengan membawa bakat yang berbeda. Karena potensi bawaannya berbeda tentu pemfasilitasannya pun harus berbeda guna mencapai prestasi yang optimal.
Paling gampang yang bisa kita amati dari anak kita adalah modalitas belajarnya. Dari informasi para ahli anak kita mempunyai tiga modalitas belajar; visual, auditorial dan kinestetik. Kedekatan ibu/bapak pada anaknya sangat memudahkan mengenali modalitas apa yang dimiliki anaknya. Modalitas belajar visual mengacu pada kesukaan dan kepekaan pada pengelihatannya. Indera pengelihatannya sangat dominan menerima, menyikapi dan menyimpan dibandingkan indera yang lain. Modalitas auditorial mengacu pada indera pendengarannya, dan modalitas kinestetik mengacu pada indera perabaannya. Di lapangan ditemukan ada yang sangat dominan salah satu inderanya di samping ada juga yang secara merata ketiganya. Ada pula yang dua menonjol sementara indera satunya lamban bahkan cenderung bebal. Variasi modalitas ini mesti dipahami sebagai titik tolak belajar serta acuan pemenuhan kebutuan atas rangsangan belajarnya.
Di samping mengenali modalitas belajarnya dicari pula kecerdasan majemuknya. Kecerdasan majemuk yang diperkenalkan oleh Howard Gardner meliputi delapan aspek yang sama-sama telah kita kenal. Kedelapan aspek tersebut berturut-turut adalah; Logika Matematika, Bahasa, Intrapersonal, Interpersonal, Kinestetik Jasmani, Visual Ruang, Musikal dan Naturalis. Dengan mengetahui kecerdasan mana yang menonjol dapat dengan lebih presisif mengarahkan, memilihkan kursus dan ketramplan yang menunjang. Di lapangan terbukti orang-orang sukses yang tidak ada hubungannnya dengan education-backgroun-nya ternyata bakatnya memang sesuai dengan prestasinya sekarang. Itulah sebabnya banyak orang berpendapat bahwa prestasi puncak berasal dari rumah dengan menemukan bakatnya.


VI. Langkah Arif untuk Anak Kita
1. Kita bersegera menemukan Modalitas Belajar anak-anak kita
2. Kita bersegera menemukan Kecerdasan Majemuknya
3. Kita berusaha untuk tidak membanding-bandingkan prestasi mereka
4. Kita berdayakan Kecerdasan yang menonjol dengan memfasilitasinya
5. Kita iringi doa demi doa agar mereka bisa meraih impannya


Demikian ulasan sekaligus usulan saya sebagai masukan untuk menumbuhkembangkan putra-putri kita secara smart dan bijaksana. Jika ada komentar, pertanyaan dll bisa email ke Kalis@amikom.ac.id atau hp 08156874299. Terima kasih sampai jumpa lagi.

MAN POWER PLANING


Oleh : Drs. H. Teguh Sunaryo
Direktur DMI PRIMAGAMA INDONESIA
 
INTRODUCTION
Yang membedakan manusia dengan yang bukan manusia banyak hal, namun dari yang banyak hal tersebut yang paling penting adalah perihal keahlian merencanakan hidupnya. Tumbuhan dan hewan tidak bisa merencanakan akan hidupnya dan masa depannya. Dengan akalbudinya manusia mampu melakukannya. Bagaimana hewan membuat rumahnya dan cara makannya, bagaimana cara berbusananya dan cara membuat makanannya semuanya serba tetap dan tidak berubah, sedangkan manusia sangat kreatif dan super dinamis. Karena semua manusia bisa merencanakan hidupnya, manusia yang paling sukses adalah manusia yang perencanaan hidupnya paling baik, rasional, realistis dan sesuai dengan potensinya. Direncanakan saja belum tentu sukses, apalgi jika tidak membuat perencanaan sama sekali. Untuk itulah mari kita rencanakan masa depan kita (dan anak-anak kita) dengan lebih baik lagi dan lebih dini. Lebih baik karena kompetisi hidup semakin kompleks dan dinamis. Lebih dini karena waktu terasa berjalan begitu cepat. Semakin dini maka akan semakin fokus, dan jika ditengah perjalanan ada yang kurang pas maka pembenahannya akan makin memiliki waktu yang relatif masih panjang untuk suatu perbaikan. Berikut ini adalah langkah membuat perencanaan masa depan guna mengukir peradaaban yang lebih mapan.
 
INDIVIDUAL DIFFERENCES
Setiap orang adalah unik, karena sangat uniknya itulah masing-masing kita berbeda-beda. Bereda karakternya, berbeda bidang pengabdiannya, berbeda hobinya, berbeda bakat dan minatnya dan berbeda pula prestasinya.
Karena setiap orang itu berbeda maka dalam pengembangan potensinya (bakatnya) cara yang paling efektif adalah dengan cara yang fokus yang sesuai dengan bakat uniknya itu. Anehnya sekarang ini pendidikan dibuat serba sama, semua anak dianggap sama dengan diberi serangkaian mata pelajaran atau mata kuliah yang serba sama pula. Anak-anak dianggap mempunyai bakat dan selera yang sama, sehingga semua dimasukkan dalam kelompok belajar yang selalu serba sama.
 
Untuk membedakan secara lebih cermat, maka bakat anak-anak kita sejak dini harus sudah dikenali. Menurut Prof. Howard Gardner, Ph.D., setiap manusia memiliki bakat, dan bakat antara anak yang satu dengan yang lainnya itu berbeda-beda. Tugas pendidikan adalah mengenbangkan bakat agar anak-anak bisa menjadi anak yang hebat. Ada delapan konsep kecerdasan yang digagas oleh beliau, antara lain, kecerdasan logic matemathics (logic smart), linguistic (word samart), intrapersonal (self smart), interpersonal (people samart), bodly kinestethic (body smart), visual spasial (picture smart), musical (music smart), naturalist (nature smart). Untuk mengetahui bakat unggul anak-anak kita ada dibidang apa, maka dibutuhkan alat bantu yang bisa kita gunakan yaitu dengan DMI Assessment berbasis fingerprint test. Alat ini dikembangkan oleh beberapa orang pakar teknologi komputer dengan merujuk teorinya Howard Gardner dan Francis Galton pakar antropologi dan psikologi. Biarlah setiap orang menjadi dirinya sendiri, dan diri itu adalah bawaan alami yang terus-menerus harus distimulasi dan diaktivasi agar memiliki kompetensi dan jati diri dalam mewujudkan prestasi.
 
ADDED VALUE
Dalam perencanaan hidup dan masa depannya, maka setiap orang harus memiliki nilai tambah, dan nilai tambah itu akan hadir jika dan hanya jika setiap orang memiliki ketrampilan dan keahlian yang juga berbeda-beda. Bagaimana mungkin seorang dokter membutuhkan dokter (menjadi mungkin karena berbeda spesialisasinya bukan?). Bagaimana mungkin seorang penjahit membutuhkan penjahit (menjadi mungkin jika volumenya diluar kapasitasnya bukan ?). Nah itu berarti nilai tambah akan menjadi suatu pelengkap jika setiap orang bangga akan keunggulannya masing-masing.
 
THE RIGHT MAN ON THE RIGTH PLACE
Orang yang benar harus ditempatkan pada tempat yang benar. Orang yang memiliki ketrampilan tertentu (karena berbeda-beda), maka harus ditempatkan pada tempat yang sesuai dengan bidang ketrampilannya itu. Dengan kita mengerti bakat unggul kita masing-masing, dan kemudian bakat unggul itu kita kembangkan maka proses pendidikan akan bisa dilalui semakin efektif dan efisien. Efektif karena akan lebih tepat sasaran dan efisien karena hemat waktu dan hemat biaya.
 
SUCCSESS
Sukses adalah impian banyak orang. Karena diimpikan oleh banyak orang itulah maka menimbulkan kompetisi yang ketat. Sukses adalah kata kerja, karena menuntut kita untuk selalu aktif, ia buka kata benda sebagai sesuatu yang sudah jadi dan stagnan. Sukses adalah kombinasi optimal antara bakat, minat dan cara hidup yang sehat. Puncak sukses adalah menjadi yang terbaik pada bisangnya. Dan sukses itu bukan tujuan tetapi konsekuensi logis atas sebuah perilaku dan kebiasaan yang produktif dan bermanfaat di setiap saat. Kenal bakat, belajar smart perstasi akan menjadi hebat. Semoga bermanfaat. Terimakasih.
 
Copyright © 2011 - 2012 Stembatema - All Rights Reserved
Modify by © School IT Crews - Support to: Billing 1 - Billing 2