PELATIHAN
DAN METODOLOGI
Hampir
setiap ibu (juga ayah) menghendaki anaknya menjadi pribadi yang sukses. Sukses
tidak harus menunggu di masa yang akan datang, tetapi jika bisa, mengapa sukses
tidak bisa diraih dimasa sekarang saja. Sukses di sekolahan, prestasi
akademiknya bagus, membanggakan dan tidak memalukan orangtuanya, jika bisa
tidak hanya sukses dalam bidang akademik saja, tetapi bisa sukses di segala
bidang. Itulah sebabnya mengapa setiap ada program pelatihan yang ditawarkan
kepada putra dan putri kita, kemudian para orangtua sangat antusias
menyambutnya. Sekarang ini ada program pelatihan aktivasi otak tengah, banyak
sekali pertanyaan-pertanyaan yang muncul, dan tidak jarang mampir kepada saya.
Rata-rata mereka kagum tetapi kemudian muncul pertanyaan, apa ada orang sukses
bisa diraih hanya dengan tempo yang singkat ? Orang sukses dengan orang jenius
itu bagus yang mana ya ? Orang jenius dengan orang bahagia itu pilih yang mana
? Apakah menjadi orang sukses, sekaligus jenius dan juga bahagia bisa
dilatihkan hanya dengan waktu yang sangat singkat ? Apakah para pelatihnya
sendiri sudah membuktikan bahwa dirinya sudah jenius, sudah sukses juga sudah
bahagia ? Kalau belum mengapa mereka mengajarkannya kepada orang lain ? Apakah
para pelatihnya sudah membuktikan kepada anak-anak usia 5 – 15 tahun disekitar
lingkungan terdekatnya, misalnya tetangganya, keponakannya, atau bahkan kepada
putra-putrinya sendiri, dst. Semua pertanyaan itu muncul bertubi-tubi. Pada
kesempatan ini, saya tidak hendak menjawab pertanyaan tersebut, tetapi saya
akan menyoroti arti pentingnya suatu pelatihan dan metodologinya. Pada
hakikatnya setiap orang yang ingin maju dan berkembang haruslah belajar dengan
baik, tekun, disiplin dan penuh kesungguhan. Sukses harus diperjuangkan, karena
penuh persaingan dan setiap orang ingin mendapatkannya. Jenius harus
dikembangkan, karena menyangkut potensi yang terus menerus harus diberi
stimulasi agar mewujud menjadi suatu prestasi. Bahagia harus diikhtiarkan,
karena jiwa selalu merespon (bersinggungan) pada setiap interaksi yang terjadi
antar insani. Bukankah setiap kita dalam kesehariannya pasti berkomunitas,
berkomunikasi satu diantara yang lain, dan setiap interaksi itu membawa “warna
jiwa” yang berbeda-beda ? Ada yang menyenangkan dan ada yang menyedihkan, ada
yang sesuai dengan keinginan kita dan ada yang tidak sesuai, ada yang mewakili
perasaan kita dan ada yang jauh sama sekali. Itulah sebabnya mengapa sukses, jenius dan
bahagia itu tidak cukup hanya dilatihkan (diajarkan) saja, apalagi pelatihan
(pengajaran) yang sangat singkat. Pelatihan adalah sebuah upaya untuk
memberikan stimulasi secara terencana dan terstruktur kepada seseorang agar
memiliki suatu ketrampilan tertentu. Dan efektifitasnya sangat dipengaruhi oleh
metode yang digunakan (tentu juga kualitas instrukturnya). Metode yang efektif
tentu bila sesuai dengan bahan ajar dan potensi yang dimiliki oleh
masing-masing peserta suatu pelatihan, sehingga pengelompokan pada suatu
pelatihan itu juga menjadi penting. Maka sangat relevan bila muncul suatu
pertanyaan “Apa benar ada suatu pelatihan, yang menggunakan konsep mata ditutup
?” Yang buta saja ingin punya mata yang bisa melihat, kok yang bisa melihat
malah matanya harus ditutup ? Apakah sudah diujicobakan pelatihan tersebut pada
komunitas orang buta ? Belum lagi ada pertanyaan “Modalitas belajar seseorang
itu kan berbeda-beda, ada yang visual, auditorial dan kinestetik ?” Nah, jika
seorang anak itu justru modalitas kuatnya adalah visual lantas bagaimana ?
Bukankah itu justru memperlemah yang sudah ada ?, dan mengembangkan yang lemah
yang belum jelas hasilnya ?
Bagaimana
dengan “Menjadikan anak jenius ?”. Siapa yang tidak bangga punya anak jenius.
Apa artinya bangga jika yang dibanggakan itu hanya biasa-biasa saja.
Kesimpulannya anak jenius adalah anak yang bisa dibanggakan dan punya
kebanggaan lebih yang tidak dipunyai oleh anak-anak yang lainnya. Bahwa setiap
orang harus bangga dengan dirinya sendiri itu pasti, tetapi kalau yang
dibanggakan itu hal yang semua orang punya lantas buat apa ? Jenius adalah
kondisi dimana tidak setiap orang mampu dan bisa untuk mewujudkannya. Jenius bukan sekedar bermanfaat, karena
setiap orang dengan nalurinya pasti bermanfaat walau hanya sekecil apapun
manfaat itu, bukankah “Tidak ada makhluk dimuka bumi ini yang diciptakan Tuhan
dengan sia-sia ?” . Maka jenius pasti punya nilai lebih, jangan merendahkan
makna “jenius”, karena jika jenius itu
maknanya rendah (hanya sekedar bermanfaat), buat apa ikut pelatihan dengan
harga yang mahal, dan jika jenius itu “bernilai lebih”, maka tidak bisa hanya
dilatihkan dalam waktu yang sekejap. Jenius yang biasa-biasa sajalah yang bisa
dilatihkan dalam waktu yang sekejap (tetapi apakah ada orang jenius kok
biasa-biasa saja ?).
“OTAK
TENGAH” DAN “OTAK KANAN – OTAK KIRI”
Ada tiga
bentuk kebenaran hidup, antara lain kebenaran ilahiah, kebenaran alamiah dan
kebenaran ilmiah. Dalam zona “kebenaran ilahiah” bahwa “tidak ada hal yang
sia-sia”, itu artinya secara ekstrim “semua” adalah penting termasuk otak
tengah. Pertanyaannya adalah apakah semua menjadi penting dibahas dalam
hubungannya dengan membicarakan suatu kecerdasan (kejeniusan) ? Penting mana
antara “nafas” dengan “otak tengah” ? Apa artinya punya otak tengah yang hebat
kalau tidak punya nafas ? Tetapi mengapa kita tidak membicarakan nafas ? Karena
jawabannya sudah sangat jelas bahwa nafas itu penting tetapi tidak ada korelasi
secara langsung dengan adanya suatu kecerdasan (kejeniusan). Pun demikian
dengan otak tengah, bahwa potensi-potensi kecerdasan itu letaknya ada pada otak
kanan dan otak kiri, bukan pada otak tengah. Dalam zona “kecerdasan alamiah”
bahwa masing-masing kita harus hidup yang realistis dan rasional, artinya harus
mau hidup dengan potensi yang kita miliki sendiri-sendiri. Potensi itulah yang
menjadi acuannya. Orang yang bisa melihat, maka gunakanlah kemampuan melihatnya
secara optimal, justru jangan ditumpulkan. Orang yang buta, maka harus
mengembangkan kemampuannya yang berbasis “diluar” indera peglihatannya dan
disinilah (mungkin) fungsi nyata bagi adanya pelatihan aktivasi otak tengah
yang menggunakan cara “mata ditutup”. Dalam zona “kebenaran ilmiah”, ada sutau
pertanyaan, apakah sudah ada penelitian yang memadai tentang otak tengah ?
Apakah sudah ada disertasi (sekolah S 3) tentang otak tengah ? Apakah sudah ada
pengukuhan guru besar (Profesor) yang mengangkat tema tentang otak tengah ?
semuanya sampai hari ini belum pernah ada. Coba bandingkan dengan Otak Kanan
dan Otak kiri, banyak sudah karya ilmiah yang membahas tentang fungsi otak
kanan dan otak kiri.
PENYIKAPAN
HIDUP
Pada
akhirnya, setiap kita dituntut untuk menyikapi fenomena kehidupan ini secara
arif dan bijaksana. Bertanyalah pada ahlinya jika kita kebingungan terhadap
suatu hal, jangan hanya diam saja, berikhtiarlah. Datanglah pada orang yang
telah membuktikan dan berpengalaman dalam hidupnya. Bandingkanlah dengan
fenomena lain yang ada kaitannya dengan masalah kebingungan kita, agar kita
bisa membuka jendela pikiran kita, agar tidak menemui kebuntuan berpikir, agar
cakrawala berpikir kita semakin luas dan agar tidak mudah dikelabuhi dan
terkecoh oleh situasi sesa’at yang sesat. Pada akhirnya semua pilihan ada ditangan kita
masing-masing, dan bila ada yang kurang sempurna mohon dima’afkan, semoga
bermanfa’at.
- Reviewer: Unknown -
ItemReviewed: MISTERI OTAK TENGAH ?