Oleh : Drs. H. Teguh Sunaryo
Direktur DMI PRIMAGAMA INDONESIA
Demonstrasi masa dan anak-anak muda ada
dimana-mana, perkelahian antar suporter sepakbola juga mulai merajalela,
perkelahian antar pelajar tidak kunjung reda, korupsi diberbagai sektor
merambah tanpa jera, kebocoran soal UNAS selalu terjadi tanpa solusi. Mengapa
semua itu bisa terjadi ? Bagaimana cara mencegahnya ? Bagaimana cara
mengatasinya ? Itulah beberapa pertanyaan yang sering muncul di dalam benak
kita. Pada kesempatan ini saya tidak akan mengulas semua pertanyaan tersebut
diatas. Tetapi pada dasarnya semua itu bisa terjadi karena semua pelakunya
tidak punya rasa empati yang baik dan tidak punya rasa peduli yang benar.
Solidaritas dalam anarkisme adalah bentuk empati yang tidak baik. Korupsi yang
mewabah adalah bentuk kepedulian pada diri sendiri yang berlebihan sehingga
mengabaikan kepentingan orang / pihaklain. Budaya I dont care mewabah
dimana-mana, kebiasaan EGP (Emangnya Gue Pikirin) menambah semrawutnya
tatanan sosial budaya, kalimat cuek-bebek dengan enteng kita ulangi setiap
hari, dst.
EMPAT POSISI
KEPEDULIAN
Kepedulian selalu berhubungan dengan
kehidupan atau perilaku antar pribadi. Bagaimana kita dengan diri kita sendiri,
bagaimana kita dengan yang lain atau bagaimana orang lain kepada kita. Ketidak
pedulian seseorang pada orang lain itu ada dua macam. Pertama, tidak
peduli sebatas tidak menolong orang lain, tidak mengganggu orang lain dan tidak
mau diganggu oleh orang lain. Kedua, tidak peduli pada tataran
mengganggu, merusak dan mengambil hak orang lain. Ada empat kombinasi peta
kepedulian kita, nah kita ada diposisi yang mana silahkan dicermati uraian
singkat dibawah ini.
TIDAK PEDULI PADA DIRI SENDIRI DAN
TIDAK PEDULI PADA ORANG LAIN
Pada zona atau posisi di level ini,
seseorang bisa dikatakan sedang sakit. Ia tidak bermanfaat untuk siapapun. Ia
tidak bisa amanah pada siapapun. Orang seperti ini akan mudah merusak dan
mengusik keberadaan siapapun. Saya rugi tidak apa-apa asal orang lain juga
turut rugi. Saya mati tidak apa-apa asal semuanya mati, sama-sama mati.
Biasanya masyarakat awam menyebutnya orang yang frustasi. Ada beberapa
indikator yang bisa dijadikan ukuran untuk melihat orang pada level ini.
Pertama, lihatlah penampilan fisiknya. Cara berpakaiannya, apa yang
digunakannya. Kedua, perhatikan gaya bahasanya, isi bicaranya, keramahannya.
Ketiga, perhatikan perilakunya, sopan santunnya, visinya dan responnya atas
setiap stimulus yang ia temukan atau hadapi. Orang yang anarkis bisa dimasukkan
ke dalam kelompok level ini.
PEDULI PADA DIRI SENDIRI DAN TIDAK
PEDULI PADA ORANG LAIN
Koruptor, menyontek, menyuap, merampok,
membunuh, mencuri adalah perilaku yang bisa digolongkan pada level ini. Asik
dengan kehidupannya sendiri sekaligus mengabaikan pihak lain juga termasuk pada
kelompok level ini. Orang yang mengerti akan kebutuhan hidupnya dan potensi
dirinya dimana sebagian besar lingkungannya mengolok-olok dirinya tetapi dia
tetap bertahan, juga masuk pada level ini, itulah yang biasanya disebut dengan
istilah cuek is the best, cuek pada orang lain tetapi berprestasi, sehingga tidak
terlalu bergantung kepada pihak lain.
TIDAK PEDULI PADA DIRI SENDIRI DAN
PEDULI PADA ORANG LAIN
Orang yang masuk dalam kelompok ini
tidaklah banyak jumlahnya. Ia rela berkorban untuk orang lain tanpa memikirkan
dirinya sendiri. Hidupnya seperti lilin yang menyinari lingkungannya dan pada
akhirnya dirinya sendiri akan lenyap. Perilaku yang seperti ini biasanya
disebut altruis.
PEDULI PADA DIRI SENDIRI DAN
PEDULI PADA ORANG LAIN
Inilah kondisi ideal yang sangat
diharapkan, dimana kita peduli pada diri sendiri tetapi sekaligus juga peduli
pada orang lain. Ada beberapa model seseorang peduli pada dirinya sendiri,
mulai dari merancang masa depannya, mengetahui kebutuhannya, membuat skala
prioritas keinginannya, membuat visi dan misi pribadinya, mewujudkan
cita-citanya, dst. Sedangkan kepedulian dengan orang lain bisa berupa
serendah-rendahnya adalah rasa empati, perilaku simpatik, berupa senyuman,
keramahan, sampai kepada memberikan bantuan, pertolongan, sumbangan, sedekah,
dst. Kesemuanya itu merupakan puncak perilaku positif yang sangat mewarnai
eksistensi seseorang. Betapa bahagianya bisa menjadi pribadi yang masuk dalam
kelompok / level ini. Apabila kita masih ragu membuat peta potensi diri kita,
maka kita bisa melihat cermin diri melalui psikotest atau tes kepribadian atau
tes bakat finggerprint test DMI. Dengan tes tersebut kita bisa memiliki
keyakinan baru dalam merancang masa depan kita. Sukses harus dipersiapkan dan
diperjuangkan. Kenal bakat sejak dini lebih mudah meraih prestasi. Bakat atau
potensi yang kita kenali tidak akan berarti bila tidak dikembangkan atau tidak
diberi stimulasi yang memadai. Sebaliknya stimulasi apapun yang kita berikan
tidak akan membuahkan hasil yang optimal bila tidak selaras dengan potensinya
atau bakat alaminya. Bila bakat itu tidak penting mengapa Tuhan menciptakannya
untuk kita. Mari sebelum kita bisa peduli kepada orang lain maka kita sendiri
juga harus mampu peduli kepada diri sendiri. Sebelum mampu memberdayakan orang
lain maka kita sendiri harus mampu memberdayakan diri kita sendiri. Sebagaimana
peringatan dalam suatu penerbangan dalam pesawat bahwa dalam kondisi darurat
maka masker oksigen harus dikenakan kepada orangtua terlebih dahulu baru
kemudian kepada anak balitanya. Semoga kita peduli dan mampu mengukir prestasi.
- Reviewer: Unknown -
ItemReviewed: I Dont Care